Thursday, February 26, 2009

BAHAN PERENUNGAN MINGGU ADVEN

BAHAN PERENUNGAN MINGGU ADVEN




PENGANTAR MINGGU ADVEN
Adven adalah sebuah masa penantian kedatangan Kristus kembali. Menyambut Natal Yesus Kristus kini dimaknai sebagai sebuah perayaan dari sebuah masa penantian itu sendiri. Kita diingatkan pada peristiwa kelahiran dan diajak untuk melihat ke depan, yaitu sebuah ‘saat’ dimana Kristus akan menggenapkan seluruh karya-Nya yang sudah dan sementara berlaku dalam sejarah keselamatan dari dunia ini.
Memahami akan hal ini maka di empat Minggu Adven kita semua diajak untuk merenungkan Injil Yohanes dengan dituntun oleh tema-tema reflektif agar nurani kita boleh tergelitik dengan kenyataan hidup yang tidak boleh kita dustai, bahwa kita berada di dalamnya atau kita menjadi penonton terhadap kenyataan.

GAMBARAN UMUM INJIL YOHANES
Injil Yohanes memberikan kesan yang aneh. Kalau kita membacanya, kita mengerti semua kata-kata yang dipakai. Tetapi kalau kita ditanya maknanya, seringkali kita tidak dapat mengatakannya. Seperti halnya ketiga Injil yang lain, Injil Yohanes juga mengisahkankehidupan Yesus, tetapi dengan cara yang sangat berbeda.
Tulisan Injil ini jelas masih termasuk sastra Injil, yang susunan garis besarnya sama dengan Injil-injil sinoptik: mulai dengan Yesus yang dinyatakan sebagai Mesias oleh turunnya Roh (1:31-34) disusul dengan kisah karya dan sabda-Nya yang menyatakan kemuliaan-Nya (1:32-12:50), dilanjutkan dengan kisah sengsara, wafat dan kebangkitan (13:21-20:20) dan diakhiri dengan perintah perutusan (20:21-29).
Kendatipun demikian, perbedaan-perbedaan juga sangat mencolok. Bahan-bahan yang diceritakan oleh Yohanes sebelum kisah sengsara Yesus, hampir semua tidak terdapat dalam Injil sinoptik. Bahkan kisah sengsara dan kebangkitan yang kelihatannya sama, ternyata sangat berbeda. Gaya bahasa yang dianut oleh Injil ini juga sangat berbeda, karena lebih pada pengolahan pemikiran yang panjang dan memiliki gagasan maju seperti spiral, yaitu hampir setiap bagian utama diikuti dengan pengolahan lebih dalam (perulangan gagasan: Yoh. 6).
Injil Yohanes merupakan kesaksian yang diberikan oleh orang atau jemaat yang telah dibawa oleh Roh masuk ke dalam seluruh kebenaran (16:13). Secara personal, Yohanes menunjuk pada rasul Yohanes. Meskipun demikian tampaknya kesaksian itu mengalami atau melewati beberapa langkah sebelum akhirnya menerima bentuknya yang terakhir, sekitar tahun 95 atau 100. Dan bila Injil berasal dari suatu jemaat, maka yang dapat dipikirkan adalah sekelompok murid yang terus-menerus merenungkan ajaran para rasul dan membuanya lebih mendalam.
Pemahaman yang semakin mendalam ini disampaikan kepada kita sebagai suatu kesaksian dengan maksud jelas, ”...semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya”(20:31).



PEMBAHASAN TEMATIS DAN REFLKESI MINGGU ADVEN
Minggu Adven I
- Pembacaan Alkitab : Yohanes 1:1-18
- Tema : Adakah TERANG dalam HIDUPmu ?
- Tafsiran :
Prolog Yohanes adalah sebuah hymne yang dimulai dengan : “Pada mulanya adalah Firman”. Nas ini mengingatkan kita kepada Kej. 1:1 : ”Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi”. Firman telah ada, sebelum langit dan bumi diciptakan. Bagi orang-orang Yahudi Firman adalah (sama dengan) Taurat. Sama seperti hikmat (Amsal 8:21-31), demikian pula Taurat – menurut kepercayaan mereka – telah ada sebelum segala sesuatu dijadikan. Hal ini – kata Yohanes – berlaku juga bagi Yesus Kristus. Firman yang ada pada mulanya, telah ada bersama-sama dengan Allah. Hal ini adalah sebuah bentuk kepercayaan Yudaisme, dan dengan ungkapan ini mereka bukan saja mau mengatakan, bahwa antara Allah dan Firman (Taurat) terdapat relasi yang khusus, tetapi juga bahwa Allah tidak lain dari Firman. Siapa yang mendengarkan Firman, menemukan Allah itu sendiri. Karena itu, tidak heran, bahwa bagi bangsa Israel, Firman adalah bentuk penyataan dari Mesias yang tidak kelihatan. Menurut Injil Yohanes, hal ini juga berlaku di dalam diri Yesus Kristus.
Firman bukan hanya perkataan saja, tetapi juga perbuatan (Firman aktif: Firman yang mencipta). Kesaksian ini memenuhi Alkitab, salah satu diantaranya adalah Maz 34:9. Ia memerintah maka semua ada dan tanpa Firman tidak ada sesuatu yang ada. Firman adalah aktifitas Allah, yang berada di balik penciptaan dunia dan penciptaan manusia. Firman buklan saja aktif, Firman juga hidup dan menghidupkan. (Band. Maz. 119:25, 107, 154 dan Ul. 30:20; 32:47). Firman menurut Injil Yohanes adalah TERANG. Itu sesuai dengan kesaksian Perjanjian Lama: Firman bukan saja pencipta terang (Kej. 1:3) tetapi Firman adalah terang itu sendiri (Maz.119:105).
Penjelasan tentang Firman kemudian disambung dengan penjelasan tentang siapakah Yohanes dalam posisinya dengan kehadiran seorang Mesias. Yang pertama dikatakannya adalah Yohanes merupakan seseorang yang diutus Allah untuk memberikan kesaksian tentang terang yang sesungguhnya. Sesudah itu Injil Yohanes melanjutkan hymnenya dengan mengatakan bahwa Mesias yang sementara diberitakannya telah ada di antara manusia tetapi manusia tidak mengenalnya, bahkan mengalami penolakan. Namun disamping itu ada juga orang-orang yang menerima dan mengenal siapakah Terang itu. Mereka adalah jemaat mula-mula yang tidak terikat pada keturunan secara manusiawi seperti halnya bangsa Yahudi. Semua orang yang percaya kepada Yesus sang Mesias mendapatkan hak untuk menjadi anak-anak Allah.
Firman yang berada di tengah-tengah manusia, ada dalam bentuk sebagai seorang manusia dan dipenuhi dengan segala karunia dan kebenaran Allah. Bagian ini kemudian ditutup dengan memutuskan hymne tentang Mesias dan menjelaskan kembali siapa Yohanes yang membawa kabar tentang kedatangan seorang Mesias di antara orang-orang Israel dan apakah yang nantinya akan dinyatakan oleh Yesus sang Mesias, yaitu pengenalan akan Allah yang adalah Bapa.

- Refleksi :
Pernahkah anda memikirkan anugerah dengan sungguh-sungguh ..... yaitu anugerah dari Allah? Jika anda memahami sedikit saja arti dari anugerah Allah, maka hal tersebut dapat menguatkan kembali kehidupan anda!
Anugerah Allah tidak ada habisnya! Anugerah itu cukup untuk segala kebutuhan di dalam hidup anda! Jangan biarkan itu berlalu begitu saja.
Adakah HIDUPmu juga sebuah anugerah? Banyak orang yang menyesali hidupnya oleh begitu banyaknya tekanan hidup sehingga hidup senantiasa diratapi sebagai sebuah siksaan yang tidak dapat dihindari dan tidak ada habisnya. Hidup adalah anugerah yang terindah yang diberikan oleh Allah, sebab lewat Hidup maka segala anugerah lain yang diberikan Allah boleh dirasakan manusia. Tanpa hidup mana mungkin orang boleh merasakan sesuatu dalam kehidupan ini.
TERANG sama halnya dengan hidup. Manusia boleh menikmati begitu banyaknya macam warna yang disajikan oleh alam oleh karena ada Terang yang memungkinkannya. Terang membuat orang mampu melihat dengan jelas apa yang ada di hadapannya. Terang memampukan orang untuk memilih, manakah jalan yang harus dilaluinya ketiga ada di sebuah persimpangan. Terang memberikan orang kedamaian, ketika dia boleh mengetahui apa dan siapa yang ada di dekatnya.
HIDUP adalah TERANG. Yesus Kristus yang adalah Firman telah memberikan sebuah kehidupan bagi dunia ini, sebab daripada-Nyalah sumber kehidupan itu sendiri. Hidup yang adalah Yesus Kristus memberikan TERANG dalam kehidupan manusia, sehingga TERANG adalah Yesus itu sendiri yang memampukan kita menjalani kehidupan. Tetapi, baik HIDUP maupun TERANG telah mengalami kerusakan seiring dengan hadirnya dosa dalam dalam dunia ini. Semua makhluk menjadi menderita dan senantiasa menantikan pembaharuan daripada Allah.
Ketika HIDUP dibaharui dengan datangnya TERANG dalam dunia ini, maka kehidupan seharusnya hidup dalam pengharapan yang benar.
HIDUP dan TERANG seharusnya tidak boleh dipisahkan dalam kehidupan Gereja Tuhan di saat ini, namun oleh ulah manusia (anda dan saya) segala sesuatu menjadi rusak kembali. Orang-orang menjadi kurang menghargai kehidupan dengan menjajakan secara murah hidupnya kepada air liur keingingan dan kemunafikan : banyak sudah keluarga yang hancur karena salah satu pasangan menjual murah sebuah produk yang bernama kesetiaan, kemudian ada yang dengan santai tetap bertahan dengan keinginan hati sendiri untuk selalu berkata ”ini kebutuhan saya” atau ”sebelum engkau menjadi bagian diriku (isteri atau suami) aku lebih dahulu menjadikan ini sebagai pasanganku (kebiasaan buruk)”, padahal dalam ikrar pernikahan yang dilakukan di bawah TERANGnya kasih ilahi, anda dan kita semua pernah berkata ”engkau dan aku adalah satu sampai maut memisahkan kita”.
Memang menjalani HIDUP yang adalah TERANG itu sendiri memang berat. Dari sudut perseorangan kita sering kali melupakan kehendak DIA (TUHAN), dan lebih menuruti kehendak dia (teman dan lingkungan) ataupun kehendak hatiku (diri sendiri). Banyak di antara kita yang dengan santai, tetap melenggang tanpa takut dan malu untuk selalu menjumpai ”sahabat sejati”dalam sebuah medan pertempuran yang melibatkan ”asah otak” dan tenaga yang disalurkan untuk menggenggam kartu, yang tentunya takkan lengkap bila tidak disertai dengan lembaran kertas berwarna dan memiliki sejumlah angka dari 1.000 sampai dengan 100.000.
Yah, inilah HIDUP yang dijalani tanpa mengikutsertakan TERANG.
Bertanya ke dalam hati kita ”adakah TERANG dalam HIDUPmu?” Seharusnya menjadi sebuah pertanyaan yang selalu harus dilakukan untuk mengukur sampai sejauh manakah kita menghargai kehidupan ini yang adalah anugerah dari Allah. Bertanya ke dalam hati kita ”adakah TERANG dalam HIDUPmu?” akan memampukan kita untuk melihat dengan jelas kehadiran Kristus yang adalah TERANG itu sendiri dalam hati ini. Bertanya ke dalam hati kita ”adakah TERANG dalam HIDUPmu?” akan membuat kita tersadar untuk menyadari bahwa apakah kita benar-benar sementara hidup dan menjalani kehidupan, sebab hidup sebagai pengikut Kristus berarti hidup di dalam dunia yang terang, tetapi bila hidup di dalam kegelapan maka itu berarti hidupmu ???

Minggu Adven II
- Pembacaan Alkitab : Yohanes 1:19-28
- Tema : Adakah JALAN kita tetap LURUS ?
- Tafsiran :
Berdasarkan ciri-ciri umum yang kita lihat dari seorang yang bernama Yohanes Pembaptis, maka pakaiannya yang terbuat dari bulu unta dan ikat pinggangnya dari kulit (Mat. 3:4; Mrk. 1:6), merujuk pada Elia (2 Raj. 1:8). Hal ini sangat menarik perhatian dari orang-orang pada waktu itu, apalagi kitab Maleakhi (4:5) pernah berkata bahwa Elia akan datang menjelang tibanya “hari Tuhan”yang besar dan dahsyat. Juga tempat ia bekerja, sangat menarikperhatian. Ia sering berada di padang gurun dan makananya hanya terdiri dari belalang dan madu hutan (Mat. 3:4; Mrk. 1:6). Dalam pengharapan masa depan Yahudi padang gurun memainkan peranan penting. Sebab dari situ Mesias akan datang. Isi khotbah dari Yohanes Pembaptis tentang Kerajaan Allah yang sudah sangat dekat kedatangannya (Mat. 3:2) dan dengan keras ia mengecam orang-orang Farisi dan Saduki.
Menurut Injil Yohanes (1:28) tempat pekerjaan Yohanes Pembaptis ialah “Betania di seberang sungai Yordan”. Betania ini tidak sama dengan Betania di mana Maria, Martha dan Lazarus berdiam (Yoh. 11:1 dan 3). Di mana letaknya, hal ini tidak dapat dipastikan lagi, yang kita ketahui sekarang bahwa kalau dilihat dari Yerusalem, tempat ini terletak di seberang dari sungai Yordan, jadi di daerah Perea. Sungguhpun demikian sama seperti penulis-penulis dari Injil-injil sinoptik, bahwa Yohanes Pembaptis datang dan membaptis di sungai Yordan.
Dalam Perjanjian Lama, Yordan adalah kiasan dari sungai maut. Ada ahli teologi yang menghubungkan nama sungai Yordan dengan kata kerja “yarad” yang berarti “turun”. Kata ini sering dipakai dalam arti kiasan untuk “mati”(Yos. 4). Cerita tentang Israel melintasi sungai Yordan adalah salah satu dari bahan-bahan pembacaan dalam ibadah-ibadah Yahudi pada perayaan Paskah yang mengatakan, bahwa kehidupan lama telah berlalu dan kehidupan baru sedang datang.
Pasal 1:19-28 ini dimulai dengan tindakan para pemimpin agama Yahudi yang mengirim suatu delegasi ke tempat pekerjaan Yohanes Pembaptis untuk menyelidiki apakah yang sedang terjadi di situ. Ini adalah hak dan kewajiban mereka. Mereka ingin mengetahui, apa yang dibuat oleh Yohanes Pembaptis dengan orang banyak di tempat itu, dan apa peranan yang sementara dimainkannya. Apakah ia berpendapat, bahwa ia adalah Mesias? Atau Elia? Atau nabi yang sama dengan Musa. Hal-hal inilah yang ditanyakan kepadanya. Dan jawaban dari Yohanes Pembaptis ialah bahwa ia bukan Mesias, bukan juga Elia dan nabi yang lain. Ia adalah “suara yang berseru di padang gurun : luruskanlah jalan Tuhan!, seperti yang telah diserukan oleh nabi Yesaya (Yes. 40).
Waktu pembebasan itu telah tiba. Sebagai orang-orang Yahudi mereka tahu apa yang dimaksudkan oleh Yohanes Pembaptis. Maksudnya, ia hendak mengatakan seturut dengan nabi Yesaya bahwa karena waktu pembebasan agung itu telah tiba, maka Hamba Allah yang menderita itu akan segera muncul. Dari jawaban Yohanes Pembaptis ini, maka muncul lagi pertanyaan yang sekali lagi meminta penegasan tentang apa yang sementara dibuatnya kalaupun dia memang bukan seorang Mesias.
Yohanes menegaskan bahwa ia hanya melakukan pembaptisan dengan air dan Dia yang akan datang akan melakukan sesuatu yang jauh lebih besar ketimbang diri Yohanes Pembaptis sendiri.


- Refleksi :
Kehendak Allah sama sekali bukan rahasia. Hal ini sama seperti melakukan sebuah perjalanan. Jalan Allah adalah suatu petualangan yang mengasyikkan. Kehidupan akan jadi amat menarik kalau seorang menerima kehendak Allah secara sungguh-sungguh dan berjalan menurutnya.
Dalam memulai perjalanan seseorang merasa pasti akan tujuannya, ........................................... walaupun kita tidak mengenal setiap kilometer dari jalan yang akan ditempuh. Jika kita sudah mengenalnya, maka perjalanan itu akan membosankan. Mungkin, kita biasanya memakai peta yang menunjukkan jalan yang harus dilalui, yang di dalamnya berisi berbagai petunjuk yang harus menjadi perhatian kita ketika melakukan perjalanan. Ketika dalam perjalanan, kita melihat sejauh kemampuan dari mata kita. Kadang-kadang berkilo-kilo meter, kadang-kadang hanya beberapa meter. Satu tikungan jalan, bukit, serumpun pepohonan, segala macam hal mungkin membatasi penglihatan kita ke depan. Tetapi hal ini tidak akan mendatangkan kekuatiran bagi kita karena apabila kita berjalan sampai pada apa yang menghalangi mata kita maka pasti ada sebuah pemandangan baru yang terhampar di depan mata !!!
Lain halnya kalau kita merasa cemas, kuatir dan takut atau bahkan terduduk dan malas melanjutkan perjalanan, mungkin yang akan terjadi ialah :
Pertama, dalam kecemasan kita akan sering menunda jadwal perjalanan, sehingga untuk mencapai tujuan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya. Kedua, kalau kita terlalu banyak kuatir dengan ini dan itu maka kita mungkin akan lebih suka memilih jalan memutar yang berkelok dan tidak lurus dengan maksud untuk menunda diri ini untuk dapat berjalan di jalan yang lurus. Dan yang paling parah bila putus asa datang mendera maka sebuah perjalanan tidak akan pernah dapat dilakukan.
Inilah gambaran hidup yang sementara kita lakoni dalam sebuah ziarah kehidupan.
Yesus Kristus yang dikabarkan oleh Yohanes Pembaptis datang dalam waktu yang tepat ketika semua makhluk berada dalam kerinduan untuk terlepas dari penderitaan dosa dan sementara itu sebuah bangsa pilihan pun telah gagal untuk menjadi jalan bagi semua bangsa lainnya.
Tanpa menunda waktu sang Mesias datang ke dunia untuk menjadi bagian dari dunia ini, namun yang didapati-Nya adalah begitu banyak jalan berkelok yang terhampar di dalam hati setiap manusia. Luruskanlah jalan bagi Tuhan adalah seruan dari Yohanes Pembaptis agar setiap orang yang mendengar dan mau menerima kehadiran Juruselamat dapat dengan mudah menerima pengajaran dan maksud kedatangan-Nya di dalam hati yang lurus.
Bagi gereja di saat ini seruan “luruskanlah” sepertinya sudah tidak tepat lagi karena dengan kehadiran Kristus yang telah menebus dosa seluruh umat manusia, maka gereja Tuhan kini telah berada di sebuah jalan yang lurus, di jalan yang dikehendaki Allah. Masalahnya hanya tinggal pada komitmen dan perwujudan hati, apakah kita masih tetap berada di jalan yang lurus ataukah ???
Mari sekali lagi kita mencoba untuk berjalan di jalan yang lurus dengan mencoba untuk kembali membaca peta perjalanan (Firman Tuhan) dan ............................................. walaupun (baca kembali kalimat yang dimulai dengan kata walaupun pada paragraf 2 bagian – Refleksi, sampai pada tanda seru !!! ).


Minggu Adven III
- Pembacaan Alkitab : Yohanes 1:29-34
- Tema : Adakah DIRImu masih terIKAT dosa ?
- Tafsiran :
Pada bagian yang lain dalam Injil-injil sinoptik, Yohanes Pembaptis dengan kata-kata yang keras mengecam bangsanya karena hidup yang bobrok yang dijalani oleh mereka. Dengan nada yang sama ia mengingatkan mereka, bahwa hanya orang-orang yang suci hatinya yang akan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Injil Yohanes memiliki sebuah perbedaan dengan hal ini. Memang benar bahwa hanya orang-orang yang suci hatinya yang akan msuk ke dalam Kerajaan Allah, tetapi secara khusus menurut Injil Yohanes, bahwa orang hanya bisa memiliki hati yang suci bila ia mendapatkan pengampunan atau penghapusan dosa. Penghapusan dosa bukanlah usaha manusia melainkan hasil dari pekerjaan Allah. Mesias yang datang dihubungkan dengan cerita keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir tentang darah anak domba yang dipercikkan ke atas ambang dan kedua tiang pintu, sehingga Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia adalah perlambang dari domba paskah yang melalukan bangsa Israel dari kebinasaan.
Dalam satu penglihatan, Yohanes Pembaptis melihat ”Roh turu dari langit seperti burung merpati dan hinggap di atas Yesus”. Merpati adalah simbol dari kehadiran Allah. Burung merpati dalam cerita bahtera Nuh adalah burung yang kembali dengan setangkai zaitu (Kej. 8:10). Dan dari buah pohon zaitun orang membuat minyak zaitun yang dipakai untuk mengurapi sang Mesias. Simbolisasi Perjanjian Lama dalam kehadiran sang Mesias menjadi lengkap, tatkala Injil Yohanes kemudian menekankan tentang kehadiran merpati yang tinggal di atas Mesias sama seperti yang dimaksudkan dalam Yesaya 11:1, yaitu ”Roh Allah akan tetap ada pada-Nya” sehingga nubuat ini pun digenapi. Dengan simbolisasi ini maka sebuah kehadiran dari seorang Mesias menjadi lengkap dalam ukuran Perjanjian Lama dan tradisi Yudaisme.
Setelah memberikan kesaksian ini, maka tugas dari Yohanes Pembaptis menjadi lengkap, yaitu menjadi nabi yang menghubungkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam seluruh simbolisasi kehadiran seorang Mesias dan dalam kompisisi dari Injil Yohanes ini adalah akhir dari babak pertama dalam perjalanan seorang Mesias sehingga dalam bagian-bagian sesudahnya kita hanya sedikit sekali mendapati cerita Yohanes Pembaptis. Apalagi hal ini ditegaskan dengan kesaksian dari Yohanes Pembaptis yang berkata ”Kristus harus makin besar dan ia sendiri harus makin kecil”(Yoh. 3:30).

- Refleksi :
Pada zaman dulu ketika orang masih suka sekali mengenakan topi untuk berpergian termasuk pergi ke gereja, maka ada seorang pria yang baru saja kehilangan topinya dan memutuskan untuk mencari topi penggantinya dengan jalan mencuri topi milik orang lain yang digantung di depan pintu masuk gereja.
Namun, ketika ia masuk gereja dan mengikuti kebaktian dan mendengarkan khotbah dari seorang pendeta tentang 10 hukum Tuhan, ia menghentikan niat jahatnya. Setelah kebaktian selesai, pendeta kemudian berdiri di depan pintu dan menyalami semua orang yang akan pulang ke rumahnya masing-masing. Pada saat pria itu menyalami sang Pendeta, maka ia berkata: ”Pendeta, saya ingin anda tahu, bahwa hari ini Pendeta telah menyelamatkan saya dari suatu kejahatan. Hari ini sebenarnya saya datang ke gereja dengan maksud untuk mencuri sebuah topi; tetapi setelah mendengar khotbah dari Pendeta maka saya berubah pikiran”.
”Bagus”, kata Pendeta itu, ”tetapi dapatkah anda mengatakan kepada saya, perkataan mana dalam khotbah saya yang telah mengubah pikiran buruk saudara?”
Pria itu menjawab, ”Baik, yaitu ketika Pendeta mengatakan ’jangan menghendaki isteri sesamamu’, saya teringat di mana saya meletakkan topi saya”.
Cerita ini sebenarnya mau menyatakan bahwa pria bukan saja berkeinginan untuk mencuri topi (adalah sebuah dosa) tetapi sebenarnya telah melakukan dosa yang lain dengan melakukan perzinahan dengan isteri orang lain sehingga topinya ketinggalan di rumah tempat dia melakukan dosa.
Dosa senantiasa membayangi kehidupan orang percaya. Dari dosa yang satu kita terjebak dengan dosa yang lain. Begitu banyak hal yang menyebabkan kita terjatuh ke dalamnya. Di antaranya adalah :
Keragu-raguan yang menjadikan kita sulit melangkah melakukan sesuatu yang baik karena malu ditertawakan oleh orang lain; Kegelisahan membuat hidup kita sulit untuk menikmati berkat Allah; Kemarahan menciptakan tindakan yang tidak dapat dikontrol sehingga diri sendiri dan diri orang lain menjadi korban; Kesedihan sepertinya menjadi penghalang bagi kita untuk bersyukur dengan apa yang masih kita miliki; Kesepian mengundang orang untuk berpikir dan merancangkan begitu banyaknya kejahatan. Sebenarnya hal ini adalah sesuatu yang wajar dalam situasi dan kondisi yang dimiliki oleh seorang manusia, tetapi sering kali kondisi inilah yang menjadi pemicu bagi kita sebagai orang percaya untuk merasa tidak puas dan kehilangan pengharapan, rasa syukur dan mematikan kasih yang sedang bertumbuh di dalam hati.
Membaca hal ini, mungkin akan membuat kita bertanya di dalam nurani kita äpakah dosa masih mengikat diri kita ??? Pertanyaan ini seharusnya menjadi gema yang terus bergaung, cermin yang memantulkan wajah dan bau yang terus menusuk hidung. Sebab dengan demikian kita akan tersadar bahwa kita masih hidup di tengah dunia yang selalu melakukan dosa.
Menyambut natal Yesus Kristus dalam masa-masa Adven seharusnya mampu memahami perkataan aktif dari Yohanes Pembaptis yang berkata ”Lihat Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia”. Dosa kita telah dihapuskan oleh kedatangan Yesus Kristus, kita telah diselamatkan dari maut dalam penyucian salib yang dilakukannya, masakan kita mau terus menuliskan dosa dalam lembaran kehidupan kita?

Minggu Adven IV
- Pembacaan Alkitab : Yohanes 1:35-51
- Tema : Marilah menJADI KRISTEN SEJATI !!!
- Tafsiran :
Bagian ini mengisahkan bagaimana Yesus mengumpulkan murid-murid-Nya yang pertama. Andreas adalah nama Yunani. Di samping nama Yunai, ia pasti memiliki nama Yahudi sama seperti saudaranya Petrus. Umumnya orang Yahudi terutama yang othodoks tidak mau menggantikan nama aslinya dengan sebuah nama lain. Bukan karena pertimbangan yang bersifat nasionalis, melainkan karena nama aslinya mempunyai arti yang penting, yaitu arti yang mengungkapkan relasi orang tersebut dengan Yahweh, Allahnya. Murid-murid Yesus adalah gambaran dari kedua belas suku dari Israel. Pada zaman itu, kedua belas suku Israel tidak lengkap lagi, dan yang tersisa kebayakan berasal dari suku Yehuda, Benyamin dan Lewi.
Kontak Andreas dengan Yesus agak kaku dan tidak spontan. Menurut Injil Yohanes mereka berjalan di belakang Yesus, sampai Ia menoleh dan bertanya kepada mereka, apa yang mereka cari. Mereka mengungkapkan keinginan untuk mengetahui tempat tinggal dari Yesus dan mereka mendapatkan jawaban dari-Nya dengan sebuah ajakan untuk mengikuti-Nya. Dampak dari pertemuan ini ialah terdapatnya sebuah dorongan bagi mereka untuk menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang lain untuk dapat bergabung dengan mereka sebagai murid Yesus. Andreas memanggil Petrus, Filipus memanggil Natanael. Petrus adalah nama Yunani, yang berarti ”batu karang”(Kefas). Demikian hal dengan nama Filipus. Sama halnya dengan Andreas dan Petrus, Filipus juga datang dari Betsaida, suatu tempat yang pada waktu itu dianggap sebagai tempat kekafiran bagi para rabi Yahudi.
Ada sebuah percakapan unik yang terjadi antara Filipus dengan Natanael. Filipus berkata: ”Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret”. Percakapan ini sepertinya mendapat hambatan oleh karena ada tekanan yang dikatakan oleh Natanael dengan membantah perkataan Filipus bahwa mana mungkin seorang Mesias datangnya dari Nazaret dan bukan dari Betlehem. Hal ini diungkapkan oleh Natanael oleh karena ia adalah seorang Yahudi yang mengetahui dengan benar seluk beluk tentang seorang Mesias. Oleh karena itu, ketika Natanael menjumpai Yesus setelah diajak oleh Filipus, maka Yesus berkata ”Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalam dirinya” (seorang Israel sejati akan mengetahui dengan benar apa dan siapa yang dimaksudkan dengan Mesias). Perkataan ini juga mencerminkan sikap dari Natanael yang memiliki keterbukan dan kekritisan dan menilai sebuah penjelasan dari orang lain. Percakapan ini kemudian berlanjut dengan pertanyaan Natanael kepada Yesus yang seakan tidak begitu saja menerima penilaian yang diberikan oleh Yesus. ”Bagaimana Engkau mengetahui hal itu, padahal Engkau belum pernah melihat aku?”, kata Natanael kepada Yesus. Jawab Yesus: ”Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara”.
Dalam kebiasaan orang Yahudi, ada waktu-waktu berdoa yang telah ditentukan dan ini dilakukan dengan suara yang nyaring di dalam Bait Allah ataupun Sinagoge-sinagoge, tetapi juga orang-orang diberikan kesempatan untuk berdoa pada saat yang diinginkannya dan kerapkali hal ini dilakukan di bawah pohon ara yang berdaun lebar dan sangat rindang. Berdasarkan kebiasaan ini, maka apa yang dikatakan oleh Yesus kepada Natanael tentang dirinya yang berada di bawah pohon ara, seperti mau mengatakan dan menjelaskan bahwa Yesus telah mengetahui isi doa dari Natanael yang sangat mungkin sedang berdoa di bawah pohon ara mengikuti kebiasaan dari orang-orang Yahudi lainnya. Dari jawaban Yesus ini maka keluarlah sebuah pengakuan iman dari Natanael terhadap diri Yesus dalam keberadaan-Nya sebagai Mesias.
Bagian ini kemudian ditutup dengan sebuah penglihatan bahwa Natanael yang menjadi representasi para murid lainnya akan menyaksikan sesuatu yang lebih besar lagi dalam masa pelayanan Yesus dan perkataan-Nya tentang ”langit yang terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia (sama dengan penglihatan Yakub dalam Kej. 28:12) menyiratkan simbolisasi dari hidup dan pekerjaan Yesus yang akan berlangsung di bawah langit yang terbuka dan tetap terbuka, sehingga dapat dilihat oleh tiap-tiap orang yang mau melihatnya, juga Natanael beserta murid-murid yang lain.

- Refleksi :
”Bagaimana anda menerima Kristus?” adalah sebuah pokok dalam sebuah seminar. Pembicara dari materi ini kemudian menjelaskan dengan panjang lebar tentang hal ini, sehingga pada suatu saat ada yang sudah tidak sabar dan bertanya, ”bagaimana anda melakukannya?” Jawab sang pembicara: ”sederhana saja, tidak sulit. Menerima Kristus sama seperti ketika kita diperkenalkan kepada seseorang, kemudian dilanjutkan dengan usaha untuk mempererat perkenalan itu. Inilah tepatnya inti dari persekutuan Kristen, yaitu suatu hubungan pribadi, suatu kontak yang ”hidup” antara dua orang : seseorang dengan Kristus.
Sesungguhnya adalah sesuatu yang menyesatkan bagi kita bila bentuk perkenalan dengan Kristus harus dibatasi pada suatu rumusan tungal saja, karena sebenarnya ada begitu banyak jalan dari Kristus untuk datang dan menjumpai manusia. Masing-masing murid menerima Kristus dengan cara yang berbeda, seperti yang terjadi pada pengalaman dari murid-murid Yesus yang pertama (Andreas, Petrus, Filipus dan Natanael). Walaupun ada perbedaan, tetapi ada satu hal penting yang mendasar dan mencakup hal yang sama, yaitu sebuah hubungan pribadi. Ada satu contoh praktis yang bisa diangkat: kita semua pasti mengenal siapa Barak Obama yang adalah Presiden terpilih Amerika Serikat, tetapi kita tidak pernah mendapat kehormatan untuk mengenalnya secara pribadi. Jadi, sebagai orang Kristen kita semua tahu siapakah Yesus yang adalah Mesias, namun apakah kita sungguh-sungguh mengenalnya secara pribadi.
Bila kita tidak mengenalnya secara pribadi maka mungkin kita akan jadi seperti contoh di bawah ini :

Sesekali seorang Pendeta diundang untuk melayani kebaktian pemakaman seseorang yang bertahun-tahun tidak pernah ke gereja. Menyadari akan hal ini, maka pihak keluarga berusaha dengan segala cara untuk mengajukan orang ini dengan segala kebaikannya kepada Pendeta, sebagai bentuk pembelaan.
Dalam pembelaannya, satu dari dua hal (atau kedua-duanya) yang selalu dikatakan yaitu : ”Ia orang baik,”atau ”Ia tidak pernah merugikan siapa pun.”
Pada saat semacam itu seorang Pendeta harus berbaik hati kepada yang berduka, dan harus berusaha keras menjadikan pemakaman itu sebagai sebuah penghiburan bagi keluarga sementara pada waktu yang sama juga harus tetap setia pada hati nurani yang jujur.
Namun, sebenarnya ada dua pertanyaan yang menggoda Pendeta ini untuk bertanya: ”Ia orang baik, tetapi baik untuk apa?”dan ”Ia tidak pernah merugikan siapapun, maka pernahkah ia melakukan sesuatu bagi seseorang?”
Ini hanyalah gambaran imajiner yang tidak pernah terjadi, namun bila kita mau duduk dan merenung, maka sebagai orang hidup yang masih hidup dan menjalani kehidupan, mungkin yang akan timbul dalam benak kita adalah seringkali kebenaran yang disuarakan oleh nurani ditutupi dengan berkata : ”ah, apa yang saya lakukan sudah cukup”, padahal kita memang tidak melakukan apa-apa untuk menumbuhkan dan mengembangkan iman kepada Kristus dalam pengenalan pribadi yang sungguh.
Kita sering sama dengan cerita di atas yang menggunakan kata kebaikan sebagai topeng penutup wajah atau bahkan menutup telinga terhadap seruan Firman untuk menjadi murid Kristus di saat ini.
Menghindari kepalsuan dan kemunafikan haruslah berpendapat bahwa sekedar menjadi baik tidaklah cukup. Orang seharusnya menjadi baik untuk sesuatu ! Tidak ada sesuatu pun yang lebih menyedihkan daripada seseorang yang asyik dengan kebaikannya sendiri. Kebaikan diri harus membawa berkat bagi orang lain. Kemudian ”tidak merugikan saja masih belum cukup” sebab hal ini harus diikuti dengan pertanyaan sudahkan orang itu melakukan sesuatu bagi orang lain !
Marilah menjadi Kristen sejati seharusnya mau menyingkirkan kepalsuan hidup dengan menyingkirkan berbagai bentuk alasan yang menghambat kita untuk melayani Yesus dan mengenal-Nya secara pribadi.



Demikianlah bahan-bahan perenungan ini disusun untuk melengkapi rekan-rekan pelayan Tuhan sekalian yang akan melayani dan melengkapi anggota jemaat di minggu-minggu Advent ini



”Selamat Melayani”

No comments:

Post a Comment