Thursday, June 24, 2010

Keluarga & Beberapa Nasehat Praktis (Ibrani 13:1-6)

Oleh : Pdt. Stefy Rompas
Saudara-saudara yang saya kasihi dalam Yesus Kristus,
Salah satu fungsi keluarga Kristen di tengah masyarakat adalah sebagai saksi Injil Yesus Kristus. Tetapi kita sering mendengar keluhan dan komentar sinis, bahwa keluarga-keluarga Kristen sekarang sudah meninggalkan fungsi ini, bahwa keluarga-keluarga Kristen sekarang bukan hanya tidak menjadi saksi, tetapi seringkali menjadi batu sandungan yang membuat orang lain tidak tertarik kepada Injil.



Keluarga seperti apakah yang dapat menjalankan fungsi kesaksiannya? Dalam cerita-cerita drama sering digambarkan sebuah keluarga Kristen yang selalu rukun. Keluarga yang seperti itukah yang dapat menjadi saksi Injil? Tentu saja, keluarga Kristen yang selalu rukun dan harmonis, merupakan saksi yang hidup. Sebuah contoh: Seorang gadis bukan Kristen menikah dengan seorang pemuda Kristen. Sebelum menikah, gadis itu secara sadar telah menjadi orang Kristen. Orang tuanya sangat keberatan dan menentang keras pernikahan itu. Akhirnya gadis itu tidak diakui lagi sebagai anak. Tidak ada orang yang bisa melunakkan hati orang tua itu. Tetapi keluarga muda ini dapat membuktikan bahwa mereka hidup sangat bahagia, tidak pernah bertengkar dan selalu harmonis. Dan kehidupan rumah tangga inilah yang mampu mengubah sikap orang tua mereka, hingga pada akhirnya orang tua itu bukan hanya menerima kembali anak dan menantunya, tetapi juga menerima Injil.
Akan tetapi, keluarga yang seindah itu sebenarnya jumlahnya tidak banyak. Pada umunya keluarga-keluarga Kristen, sama seperti keluarga-keluarga lain, mengalami masa penyesuaian yang seringkali penuh dengan pertengkaran, kekecewaan dan air mata. Bahkan keluarga-keluarga yang dari luar tampak sangat harmonis pun belum tentu benar-benar seperti itu. Pernah ada satu keluarga yang dipandang oleh masyarakat sebagai keluarga yang ideal, karena sangat harmonis dan rukun. Tidak pernah sekalipun pertengkaran dalam keluarga itu. Kemana-mana, suami isteri itu selalu bersama. Kalau berjalan, selalu bergandengan tangan. Tetapi pada suatu hari ada kejadian yang sangat mengejutkan dari keluarga itu. Pagi-pagi buta, sang isteri menjerit-jerit histeris. Ternyata sang isteri yang penurut itu sebenarnya telah lama tertekan, karena suaminya selalu mau menang sendiri, dan ia selalu mengalah demi statbilitas keluarga. Jadi keluarga yang kelihatannya serba tenang dan rukun juga belum tentu bisa menjadi saksi Injil, sebab ketenangan dan stabilitas keluarga bisa saja terjadi bukan karena tidak ada persoalan atau penyelewengan, melainkan karena persoalan dibiarkan atau penyelewengan didiamkan.
Saudara-saudara yang saya kasihi dalam Yesus Kristus,
Keluarga yang bisa menjadi saksi bukan hanya keluarga yang serba tenang dan rukun – yang jumlahnya hanya sedikit tadi – tetapi terutama keluarga yang terus berusaha mencari kebenaran, keluarga yang berjuang menjaga kemurnian cita-cita rumah tangga.
Setiap orang percaya pasti bertumbuh di tengah-tengah keluarga, baik itu keluarga sendiri ataupun keluarga dalam arti sebuah persekutuan dimana ia tinggal dan berkembang. Untuk itu, keluarga selalu menjadi fokus pembicaraan dalam mempraktekkan kehidupan yang baik dimana di dalamnya ada kasih persaudaraan.
Ibrani 13, memulai nasehatnya dengan berkata “Peliharalah kasih persaudaraan (Yunani: Phillia). Rupanya penulis Surat Ibrani menyadari dengan betul bahwa Kasih Persaudaraan adalah kasih yang sangat kuat yang bisa mengikat sebuah persekutuan yang di dalamnya ada gereja dan jemaat, sebab kasih jenis ini tidak melihat penampilan fisik belaka, namun kasih yang selalu mengedepankan kepentingan orang lain di antara sesama manusia. Peliharalah kasih persaudaraan merupakan sebuah judul besar dari pasal 13, yang nantinya akan dijelaskan pada ayat-ayat selanjutnya apa yang tercakup di dalamnya.
Penulis Ibrani memulai penjelasannya tentang kasih persaudaraan dengan berkata kepada para pendengar yang ada pada waktu itu, yang sebagian besar adalah para budak, orang buangan, orang hukuman dan orang-orang marginal (Orang-orang terpinggirkan) lainnya, agar tidak lupa untuk memberikan tumpangan kepada orang yang membutuhkan, karena dengan berbuat demikian, maka hal itu berarti jemaat Tuhan akan memberikan contoh kepada orang lain dan tentu saja akan memberikan faedah yang baik bagi orang yang diberikan tumpangan, sebab bisa saja jiwanya akan dimenangkan untuk menjadi orang percaya. Namun di lain pihak ayat ini juga merujuk pada pengalaman dari Abraham yang memberikan makanan dan minuman serta tempat untuk beristirahat bagi tiga orang asing yang ternyata adalah malaikat Tuhan dan pada akhirnya Abraham diberkati dengan berkat yang sangat besar yaitu keturunannya akan menjadi bangsa yang besar. Berkat pun akan datang kepada kita bila kita memilikikasih untuk menjawab kebutuhan orang lain dalam ketulusan hati. Bagian ini juga menambahkan kepada para pembaca surat Ibrani pada waktu itu, untuk juga berefleksi dengan keadaan mereka yang juga pernah dan bahkan sementara mengalami keadaan seperti orang yang terhukum akibat beratnya tekanan dari pemerintahan kekaisaran Romawi yang ada pada waktu itu.
Saudara-saudara yang saya kasihi dalam Yesus Kristus,
Ayat selanjutnya atau ayat 4, masuk lebih jauh lagi dengan kehidupan keluarga yang ada pada waktu itu.
Akibat pengaruh dari Helenisme atau Yunanisasi yang dilakukan oleh penguasa, maka timbul berbagai pemahaman diseputar hubungan kekeluargaan, persaudaraan dan bahkan mungkin terjadi disorientasi seksual dalam keluarga yang ada pada waktu itu. Ada begitu banyak agama lokal yang mengajarkan tentang pelacuran suci di depan patung atau di dalam ibadah kepada dewa dan dewi Romawi dan ada juga yang menyepelekan lembaga perkawinan yang sakral dengan melakukan perzinahan. Kata mencemarkan dalam ayat ini menegaskan kepada kita semua bahwa betapa sebuah perkawinan adalah benar-benar kudus dan sebuah keluarga benar-benar harus dipertahankan karena akan menjadi alat kesaksian bagi kekristenan pada waktu itu dan bisa mendatangkan ketentraman bagi setiap orang percaya.
Bagaimana dengan kehidupan keluarga-keluarga orang percaya di saat ini?

Saudara-saudara yang saya kasihi dalam Yesus Kristus,
Masalah ini menjadi buah bibir dimana-mana, karena begitu banyak keluarga-keluarga Kristen yang gagal oleh karena godaan nafsu seksual yang yang tidak dapat dikekang dan dikendalikan baik oleh para suami ataupun para isteri. Menaruh hormat berarti meletakkan perkawinan sebagai tanggung jawab yang lebih tinggi dari kepentingan perorangan dalam kehidupan keluarga. Menaruh hormat berarti menghargai karya Allah dalam mempertemukan dua orang yang berbeda dalam kehidupan suami-isteri. Menaruh hormat berarti menyayangi kehidupan dari anak-anak kita. Karena bila kita tidak melakukan hal-hal seperti ini, maka kehancuran dari kehidupan anak-anak kita tidak akan dapat dihindari.
Kemudian, masalah uang juga menjadi sumber persoalan dalam kehidupan orang percaya. Uang dan kerja terhubung dengan erat dalam realtas sehari-hari. Orang bekerja untuk memperoleh uang, sehingga secara tidak langsung yang dimaksudkan dengan hamba uang ialah juga hamba kerja. Uang adalah alat pembayaran, bila demikian yang kita mengerti maka titik berangkat kita harus bertumpu pada kata alat, sehingga uang hanya menjadi alat bukan sebaliknya, kita diperalat oleh uang. Uang adalah sumber godaan terbesar dalam kehidupan. Hal ini disebabkan oleh orang-orang atau kelompok tertentu yang sering menjadikan uang sebagai sumber godaan dan membeli apa pun yang ia inginkan. Banyak yang menjadi korban dengan kondisi ini bahkan telah merusak kehidupan persekutuan gereja mula-mula pada waktu itu. Banyak pula di saat ini yang menjadi korban dan kondisi yang demikian. Pilkada sudah di depan mata, ada begitu banyak Calon yang menawarkan diri kepada kita, yang di dalamnya uang pun diikutsertakan. Jangan menjual jiwa kita, hanya karena uang telah diberikan kepada kita. Mari kita tunjukan bukti dari sebuah perenungan dan pemahaman yang dimiliki oleh orang percaya, untuk tetap teguh di dalam iman dan tidak menjadi budak dari uang.
Saudara-saudara yang saya kasihi dalam Yesus Kristus,
Oleh karena itu penulis surat Ibrani menegaskan, agar manusia dapat berharap kepada Allah sebagai penolong satu-satunya yang telah berjanji, “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau”. Jadi berdasarkan janji ini maka memberikan waktu dan tubuh serta jiwa ini untuk kepentingan persekutuan adalah segala-galanya ketimbang memberikan waktu, tubuh dan jiwa kepada perbudakan uang dan kerja.
Ada satu hal yang unik dari bagian ini. Ayat 4 yang berbicara tentang kesucian perkawinan dan diikuti oleh ayat 5 yang berbicara tentang hamba uang. Keunikan akan sangat terasa bila kita mencoba untuk menghubungkan kedua ayat ini yang mungkin sengaja diletakan berurutan oleh penulis surat Ibrani. Kondisi dan situasi dari sebuah keluarga yang mengalami kekurangan secara materil seperti uang akan cukup mampu memicu sejumlah masalah dalam keluarga tersebut bahkan akan menjadi sebuah masalah yang besar. Solusi yang diberikan ialah sebuah kalimat yang sarat akan hikmat yaitu “cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu” Kalimat ini menegaskan bahwa orang percaya harus mampu memanage atau mengolah keuangan dalam kehidupan pribadi dan terlebih dalam kehidupan keluarga. Lebih luas lagi maka berdasrkan kalimat ini dan dari pengertian secara umum surat Ibrani pasal 13 menasehatkan kepada kita bagaimana meraih hidup yang sukses dan berhasil.
Nah, dari hal ini mungkin akan timbul keinginan untuk tahu tentang sukses dan bagaimana memperolehnya. Mungkin ada yang tertarik dengan bertanya siapa dia dan mungkin orang akan bertanya seberapa besar kesuksesan seseorang?
Kesuksesan seseorang tidak diukur dari apa yang dimiliki oleh seseorang di saat ini tetapi dari seberapa besar perjuangannya melewati begitu banyak pergumulan.
Mengelola adalah awal dari sebuah keberhasilan. Yang mengelola tentu saja bukan sebuah reaksi spontan. Ibarat orang yang kena setrum dan melepaskan tangan dari barang yang mengandung listrik, tindakan melepaskan tangan itu bukan tindakan “mengelola”. Mengelola itu harus menggunakan perencanaan, punya sistem pengelolaan yang bisa berkelanjutan. Itulah alasannya mengapa para pengembang kepribadian umumnya menghubungkan keberhasilan sebagai buah dari kebiasaan.
Kebiasaan itu sendiri merupakan buah dari keputusan. Yang dimaksudkan “keputusan” di sini ialah keputusan untuk terus menempuh jalan sukses, bukan keputusan untuk mengambil jalan pintas yang seakan-akan bisa sukses, namun tidak pernah sukses dalam arti yang sesungguhnya.
Selain Alkitab, orang-orang banyak membeli dan memiliki buku-buku tentang kesuksesan, namun hal ini akan percuma bila tidak dibarengi dengan usaha untuk mencerna isinya. Percuma juga bila hanya memahami sejumlah kiat sukses dan percuma pula meyakini sejumlah dalil sukses bila tidak memutuskan untuk menjadikan semua itu sebagai sebuah kebiasaan.
Saudara-saudara yang saya kasihi dalam Yesus Kristus,
Sebuah keluarga yang bisa menjadi contoh adalah keluarga yang bisa mengelola kehidupan mereka dengan baik. Menjaga tali persaudaraan dengan sesama akan dicontohkan dengan baik lewat kehidupan anggota keluarga yang saling mengasihi satu dengan yang lain. Memberikan tumpangan dapat diartikan dengan memberikan sesuatu kepada orang lain dengan pertolongan yang tepat seturut dengan apa yang dibutuhkan oleh orang yang kita bantu. Mendengarkan pergumulan orang lain akan membutuhkan ruang di hati kita untuk memberikan kesempatan, orang lain akan singgah di dalam hati ini untuk menumpangkan pergumulan dan beban mereka. Bila kita selalu melakukan ini maka hati kita sebagai orang percaya akan senantiasa peka dengan kehidupan orang lain dan akan semakin mempererat sebuah persekutuan dan bukan semakin terpecah oleh karena alasan “saya benar dan kamu salah”. Kehidupan kita sebagai satu jemaat ibarat kehidupan kita sebagai satu keluarga. Tugas kita untuk menjaga dan memelihara keharmonisan dan kerukunan satu dengan yang lain, agar dapat menjadi saksi dan teladan bagi orang-orang di sekitar. Dengan kehidupan kita yang lebih baik dari hari kemarin, maka perekutuan kita akan menjadi cerminan Injil itu sendiri. Injil adalah kabar baik yang bukan hanya ditujukan kepada kita orang percaya, tetapi jusru lebih diarahkan kepada mereka yang belum percaya. Bila suasana kehidupan jemaat dan kehidupan keluarga kita belum merasakan dan menggambarkan suasana “kabar baik” atau damai sejahtera maka kita akan gagal untuk memasuki hari-hari yang akan datang, yang sebenarnya akan lebih menuntut kesiapan kita karena pergumulan yang ditawarkan dunia ini akan semakin berat dan menantang.
Kegagalan dari penerapan Kabar baik dalam kehidupan keluarga akan menjadi batu sandungan bagi usaha penginjilan dan menjadi batu sandungan bagi generasi yang akan datang untuk percaya kepada jaminan yang diberikan oleh Allah, yaitu Dia adalah penolong satu-satunya bagi kehidupan kita bersama.
Saudara-saudara yang saya kasihi dalam Yesus Kristus,
Secara keseluruhan perenungan kita di saat ini mau menyatakan dua warna dalam perkembangan kehidupan orang percaya. Pertama, kalimat yang bernuansakan peraturan seperti “jangan”, merupakan sebuah tuntutan yang harus dilakukan oleh orang percaya sebagai tanggung jawab yang tak terelakkan. Kedua, kalimat yang bernuansakan anjuran seperti “ingatlah” dan “hendaklah” menuntut kesadaran terdalam yang diharapkan untuk bertumbuh dari dalam nurani orang percaya sendiri sehingga menjadi sebuah kekuatan jiwa dalam mengerti maksud dan kehendak Tuhan.
Perenungan kita di saat ini juga mau menyatakan dengan jelas bahwa Iman yang kita renungkan di minggu lalu, akan menjadi jelas dalam kehidupan nyata tatkala kita melakukan apa yang bisa berdampak bagi kehidupan bersama. Iman dan perbuatan adalah kesatuan, tanpa salah satunya maka Iman tidak akan ada. Kekuatan dari Iman terletak di dalam tindakan nyata orang percaya dan Iman akan dirasakan dari fungsinya, ibarat cerita dari “Si Pelit dan Emasnya.”
Ceritanya ialah Seorang yang sangat pelit mengubur emasnya secara diam-diam di tempat yang dirahasiakannya di tamannya. Setiap hari dia pergi ke tempat dimana dia mengubur emasnya, menggalinya dan menghitungnya kembali satu-persatu untuk memastikan bahwa tidak ada emasnya yang hilang. Dia sangat sering melakukan hal itu sehingga seorang pencuri yang mengawasinya, dapat menebak apa yang disembunyikan oleh si Pelit itu dan suatu malam, dengan diam-diam pencuri itu menggali harta karun tersebut dan membawanya pergi. Ketika si Pelit menyadari kehilangan hartanya, dia menjadi sangat sedih dan putus asa. Dia mengerang-erang sambil menarik-narik rambutnya. Satu orang pengembara kebetulan lewat di tempat itu mendengarnya menangis dan bertanya apa saja yang terjadi. "Emasku! oh.. emasku!" kata si Pelit, "seseorang telah merampok saya!" "Emasmu! di dalam lubang itu? Mengapa kamu menyimpannya disana? Mengapa emas tersebut tidak kamu simpan di dalam rumah dimana kamu dapat dengan mudah mengambilnya saat kamu ingin membeli sesuatu?" "Membeli sesuatu?" teriak si Pelit dengan marah. "Saya tidak akan membeli sesuatu dengan emas itu. Saya bahkan tidak pernah berpikir untuk berbelanja sesuatu dengan emas itu." teriaknya lagi dengan marah. Pengembara itu kemudian mengambil sebuah batu besar dan melemparkannya ke dalam lubang harta karun yang telah kosong itu. "Kalau begitu," katanya lagi, "tutup dan kuburkan batu itu, nilainya sama dengan hartamu yang telah hilang!"
Iman akan menjadi sama dengan sebongkah batu, yaitu barang yang tidak bernilai. Walupun sebenarnya Iman itu adalah emas tetapi bila ia tidak pernah difungsikan sesuai dengan nilainya maka Iman akan menjadi sia-sia.
Kita semua yang hadir di rumah Tuhan ini adalah orang-orang yang sungguh memiliki iman, tetapi mari kita tanyakan kepada diri kita masing-masing, apakah Iman kita sudah difungsikan sesuai dengan nilainya dalam kehidupan sehari-hari? Adakah iman kita bisa dirasakan oleh Isteri, Suami, Anak-anak dan orang-orang yang ada di sekitar kita?
Bila Iman yang ada sungguh telah difungsikan dengan nyata, maka Iman kita telah beroleh kekuatan untuk mengasihi dalam kasih persaudaraan dan akan dengan sungguh menghormati sebuah perkawinan serta menghindarkan diri ini untuk menjadi hamba uang, terlebih Iman akan memampukan kita semua untuk selalu percaya bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan kita dan Dia akan senantiasa mencukupkan apa yg dibutuhkan karena Tuhan adalah satu-satunya dalam kehidupan kita bersama sebagai Keluarga Kerajaan Allah.
Amin.

No comments:

Post a Comment