Tuesday, August 3, 2010

TEKNOLOGI DAN IMAN

Abstraksi

Allah Pencipta telah menciptakan langit dan bumi ini dengan segala isinya, dan manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah diberi-Nya mandat untuk menguasai dan menaklukkan alam ciptaan Tuhan itu.
Patut disayangkan jika kemudian manusia menelantarkan alam ciptaan Tuhan, atau mungkin mengusahakannya namun tanpa perkenanan Tuhan, karena hanya ditujukan untuk kepuasan diri sendiri belaka. Seharusnya manusia mengembangkan diri dan kemampuannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk mengusahakan alam demi kesejahteraan seluruh umat manusia. Belum lagi kemudian terjadi ketegangan antara iman dan teknologi. Dimana seharusnya keduanya dapat seiring sejalan bahkan bias saling berupaya meniadakan.
Alkitab memberikan kepada kita cara bagaimana hidup dalam iman dan tetap belajar mengembangkan dan memanfaatkan teknologi (yang telah terseleksi) bagi kesejahteraan seluruh umat manusia dan bagi kemuliaan-Nya.

1. Latar Belakang


Manusia hidup dalam dunia yang terus berubah. Perubahan pun terjadi demikian cepatnya, sehingga sering kali tidak tersusul oleh orang-orang yang mau mempelajarinya. Perubahan yang cepat itu dipacu oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi adalah penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan umat manusia untuk mempermudah berbagai kegiatan yang dilakukan, dan pada gilirannya mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Penguasaan atas teknologi menjadi prioritas utama negara-negara maju. Mereka yang menguasai teknologi akan mampu menguasai dunia.
Sementara itu, ada orang-orang percaya (baca: Kristen) yang belum sepakat dalam mempelajari, memahami dan menggunakan teknologi, apalagi memajukan teknologi itu sendiri. Karena teknologi merupakan hasil nalar atau akal budi, maka itu dianggap bertentangan dengan iman. Padahal berbagai pelayanan gereja masa kini banyak didukung oleh hasil perkembangan teknologi: bangunan fisik, bangku dan mimbar, penerangan, alat-alat musik, barang cetakan, sarana presentasi (overhead projector atau LCD), kendaraan, dan banyak lagi yang lain.
Di sisi lain, bagi para teknolog sendiri, iman dipandang sebagai penghambat kemajuan teknologi karena dianggap mempercayai sesuatu yang tidak masuk akal.
Muncullah pergumulan bahkan ketegangan antara Teknologi dan Iman. Beberapa judul buku klasik karya John William Draper (1811-1882), “History of the Conflict Between Religion and Science,”, tulisan Andrew Dickson White (1832 – 1918), “Warfare of Science with Theology in Christendom,” dan karya George Burman Foster “Finality of the Christian Religion,” (1892) menunjukkan bahwa pergumulan di antara keduanya terus berlangsung.
Tulisan ini dibuat dengan maksud melihat sejauh mana pergumulan itu terjadi dan mencoba menyajikan suatu solusi dalam mengatasi ketegangan tersebut.

2. Selayang Pandang Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)

Untuk dapat memahami ketegangan antara Iptek dan Iman sangatlah bijaksana jika sejenak melihat perkembangan Iptek dan sejauh mana orang-orang Kristen terlibat di dalamnya.
3.1. Zaman Kuno

Sebagai bagian dari kebudayaan, teknologi sama tuanya dengan umur umat manusia. Dalam Kejadian 4:20-22 dapat dibaca nama-nama seperti Yabal, Yubal, dan Tubal-Kain beserta industri dan teknologi yang mereka kuasai, yaitu kemah (teknik sipil dan arsitektur), ternak (teknologi pertanian, peternakan, dan perikanan), kesenian (teknologi penunjang entertainment), dan pertukangan (teknik mesin dan teknik industri).
Bangsa-bangsa Babilonia, Sidon, Mesir purbakala, Sumeria, bangsa Inca (Mexico) telah menghasilkan beragam peralatan teknik atau hasil karya teknologi mereka yang luar biasa, yaitu dalam upaya mereka mengatasi berbagai kesulitan dan tantangan hidup.

3.2. Abad Pertengahan

Pada Abad Pertengahan beberapa eksperimen ilmu pasti dan beraneka teori yang baru mulai dilakukan. Diawali dengan Fransiscus dari Asisi (1182-1226) yang mendirikan Ordo Fratrum Minorum (OFM) atau Ordo Saudara Hina-dina. Para pengikut ordo ini terdorong untuk menaruh minat terhadap isi dunia ciptaan dan segala keindahannya. Salah seorang imam bernama Roger Bacon (1220-1292) mempersembahkan karyanya Opus Maius (Karya Besar) yang merupakan rangkuman ide-ide ilmiah pada zaman itu.
Khusus mengenai astronomi (ilmu falak), gereja dan orang-orang pada zaman itu memegang teori Geosentris yang dikemukakan oleh Claudius Ptolomeus (± 100-168), dimana bumi menjadi pusat peredaran planet-planet.

3.3.Zaman Modern

Yang dimaksud dengan zaman teknologi modern dimulai pada zaman Renaissance (abad XV dan XVI). Leonardo da Vinci (1452-1519), misalnya, dikenal bukan hanya sebagai seorang seniman dan pemahat, melainkan juga seorang arsitek, insinyur, ahli filsafat dan pandai mengadakan eksperimen di bidang optik, mekanik, dan hidrolik.
Jadi pada zaman itu eksperimen (percobaan) dan penyelidikan memainkan peranan yang penting di dalam iptek. Penemuan-penemuan seperti: teropong bintang, mikroskop, termometer, barometer pesawat bandul, alat-alat anatomi, dan sebagainya, memberi dorongan yang sangat kuat kepada perkembangan iptek. Beberapa ilmuwan terkenal yang hidup pada zaman itu, antara lain: Nicolaus Copernicus (1473-1543), Tycho Brahe (1546-1601), Giordano Bruno (1547-1600), yang mengemukakan ide-ide berkaitan dengan kosmologi (ajaran mengenai segala sesuatu yang dapat diketahui tentang alam semesta, khususnya tentang terjadinya.
Iptek menjadi semakin berkembang karena Francis Bacon (1561-1626), seorang negarawan Inggris dan pelopor filsafat Empirisme menyatakan, “Pengetahuan adalah kekuatan!” Ia berpendapat bahwa satu-satunya dasar pengetahuan ialah pengalaman indera saja.
Tokoh yang paling menonjol dan akhirnya mendobrak kosmologi kuno adalah Galileo Galilei (1564-1642). Tulisan-tulisannya mengenai astronomi mendapatkan pertentangan dari pimpinan Gereja saat itu. Selanjutnya, Renè Descartes (1596-1650) menulis buku La Monde di mana untuk pertama kalinya seseorang mencoba menerangkan alam semesta dengan istilah-istilah ilmu mekanika. Descartes mampu mendamaikan teologia saat itu yaitu teologi Thomas Aquinas dengan ide-ide mekanis ilmu pengetahuan yang baru.
Kemudian muncullah E. Toricelli (1608-1647) yang terkenal karena penyelidikannya mengenai barometer (alat pengukur berat tekanan udara). Kemudian alat ini berkembang menjadi termometer yang disempurnakan oleh G.D. Fahrenheit (1686-1736). Ada pula nama Robert Boyle (1627-1691) di bidang kimia-fisika. Ilmuwan terkenal Isaac Newton (1642-1727) menjadi berkat bagi dunia dengan Teori Gravitasinya. Ia adalah seorang Kristen yang taat beribadat, dan mempergunakan waktu yang sama banyak untuk teologi seperti untuk ilmu pengetahuan. Keteraturan alam semesta ini merupakan bukti keberadaan dan kebaikan Tuhan. Tokoh lainnya adalah G.W. Leibniz (1646-1716) sebagai ahli sejarah, hukum, bahasa, ilmu pasti dan alam, teologi dan filsafat.
Pada abad XVII dan XIX menyusul adanya kerjasama yang erat antara ilmu pengetahuan alamiah dan teknologi yang menelorkan apa yang disebut “Revolusi Industri yang pertama”, di mana di sana muncul nama-nama terkenal seperti:

* Leonhard Euler (1707-1783), seorang ahli ilmu pasti, alam dan astronomi. Sekalipun ia menjadi buta, namun tetap aktif dalam hampir semua lapangan ilmu pasti.
* James Watt (1736-1819) pembuat peralatan teknik dan konstruksi mesin, penemu mesin uap.
* A.L. Lavoisier (1743-1794) yang membuktikan bahwa oksigen memegang peranan penting dalam pembakaran
* John Dalton (1766-1844) meletakkan dasar untuk teori atom modern dan merumuskan beberapa hukum dasar dalam ilmu kimia.
* André Ampère (1775-1836) yang menekuni arus listrik
* Michael Faraday (1791-1867) yang berasal dari kelompok yang percaya akan setiap perkataan dalam Alkitab secara harafiah, sehingga ia mendekati semua hal secara lurus dan sederhana.
* J.C. Maxwell (1831-1879) yang mengemukakan teori-teori sifat fisika atom.

Memasuki abad XX dan seterusnya terus terjadi penemuan-penemuan yang luar biasa, antara lain:

* Thomas Alva Edison (1847-1931) penemu lampu pijar
* Wilbur Wright (1867-1912) bersama saudaranya, Orville Wirght, yang menekuni masalah penerbangan
* Albert Einstein (1879-1955) yang menciptakan teori relativitas yang merupakan dasar dari Teori Kwantum. Pada tahun 1921 ia menerima hadiah Nobel.
* Dan seterusnya iptek terus berkembang sebagaimana dapat dirasakan manfaat sekaligus bahayanya di abad XXI ini.

3. Faktor-faktor Keagamaan dalam Revolusi Ilmiah

Dalam masa antara abad XII dan XVII terjadi serangkaian kejadian penting bersamaan dengan munculnya akelompok-kelompok para pemikir yang luar biasa. Masa itu benar-benar adalah masapenyelidikan dan penemuan di segala bidang: secara geografis, intelektual, sosial dan Perhatian positif pada kodrat dan martabat manusia.
Pada awal Abad Pertengahan teknologi dan kehidupan kebudayaan dari kaum ningrat dan biarawan diperluas kepada kaum warga kota biasa. Pemikiran tajam golongan pedagang memajukan sikap rasional dan kritis, lepas dari kebiasaan yang dipertahankan oleh kalangan kaum priyayi dan birokrat. Memang semua faktor itu terdapat pula dalam kebudayaan-kebudayaan lain sebelumnya: di Tiongkok atau di Yunani atau pad amasa jaya kebudayaan Islam. Sekalipun demikian, tidaklah terjadi revolusi ilmu pengetahuan dalam lingkungan kebudayaan tersebut. Kenyataan ini mendorong para sarjana mempertimbangkan kemungkinan pengaruh Kekristenan pada fajar ilmu pengetahuan itu. Meskipun tidak semuanya, namun banyak di antara para sarjana berpendapat bahwa pengaruh Kekristenan ini merupakan faktor yang menentukan.
Kala itu, Gereja mengambil sikap ragu-ragu terhadap munculnya ilmu pengetahuan. Lama Gereja berpegang teguh pada ajaran Agustinus dari Hippo, yang berpendapat bahwa ilmu tidak boleh dikejar demi ilmu itu sendiri saja, melainkan harus demi kemuliaan Allah dan demi pengabdian kepada ilmu teologia. Tetapi perguruan-perguruan yang didirikan oleh Kaisar Karl Agung (742-814) pada abad IX dan pertumbuhan biara-biara menyebabkan agara Kristen mulai mencari segi-segi positif pengajaran klasik (yaitu Yunani dan Romawi) dan sikap-sikap yang menyertainya. Di bagian dunia Kristen Timur, pemikiran Yunani kuno itu diintegrasikan dengan pelajaran Kristen di sekolah-sekolah dan dihubungkan dengan Ibadat Ilahi dan Kebijaksanaan Allah. Karena alasan-alasan teologis dan politis, cara pendekatan ini tidak diterima di dunia Barat. Maka tradisi Byzantium ini mula-mula tidak diperhatikan dan kemudian karena kemenangan bangsa Turki, akhirnya hilang.
Tetapi dalam masa yang Revolusi Ilmiah ini, beberapa tradisi kalangan Gereja Ortodoks sampai juga ke dunia Barat. Yang lebih penting ialah bahwa Akibat kemajuan intelektual golongan Islam, para sarjana Barat terpaksa memberikan Perhatian kepada segi-segi positif tradisi Yunani ini. Pada abad XII universitas-universitas Islam di Spanyol telah mulai menentukan irama kemajuan perguruan dan membela agama. Ini merupakan tantangan bagi umat Kristiani. Pendirian universitas-universitas Kristen dan berdirinya Ordo Dominikan merupakan bagian jawaban Gereja terhadap tantangan ini. Hasilnya adalah karya Thomas Aquinas yang mengambilalih superioritas para sarjana Islam dengan “menasranikan” Aristoteles. Dan pada waktu filsafat Aristoteles diassimilasikan di kalangan sarjana Kristen, filsafat itu dipandang sebagai bidat.
Di satu pihak usaha sarjana Kristen berhasil memulihkan integritas intelektual agama Kristen, dan di lain pihak menjelaskan dan sekaligus membatasi kedudukan dan peranan akal budi dan pemikiran. Pembedaan jelas antara pikiran dan wahyu, pemberian peran pada akal budi dan devosi dalam perumusan kembali iman dan tekanan bahwa Allah bertindak secara “masuk akal”, semuanya itu memungkinkan timbulnya gerakan ilmiah yang tak mungkin terwujud sebelumnya. Itu semua adalah sumbangan buah pikiran Thomas Aquinas yang sangat berharga dan menentukan. Ia terutama menegaskan kembali ajaran mengenai Penciptaan menurut pengertian Kristen. Ia mempertemukan gagasan Penggerak Utama (menurut Aristoteles) dengan gagasan Allah dan Bapa Yesus Kristus. Hal ini membangkitkan kembali minat Kristiani akan susunan dan tatatertib dalam alam semesta.
Ajaran mengenai Penciptaan (yang disejajarkan lagi dengan Penebusan) mengandung pengertian bahwa alam dapat dimengerti, tunduk kepada hukum-hukum dan serba teratur. Hal ini menjadi salah satu patokan ilmu pengetahuan modern yang tidak dipersoalkan lagi. Pandangan ini menyatakan pula bahwa rincian Penciptaan hanya dapat diketahui dengan mengamatinya, – sesuatu yang diakui oleh Aristoteles, tetapi tidak oleh para pemikir klasik sejamannya. Sekali lagi, ajaran mengenai Penciptaan – sebagaimana disajikan oleh imam-imam Fransiskan mengandung suatu sikap positif terhadap dunia ciptaan Allah. Berbeda dengan abad-abad sebelumnya yang mementingkan dunia akhirat saja, karena hidup ini adalah jorok, jahat dan pendek, suasana iman yang baru ini mengakui bahwa semua yang diciptakan Allah adalah baik, kecuali dosa yang dilakukan manusia.
Memang, kesalahan mengingkari diri tetap dipertahankan dan kematian, pengadilan di hari akhirat, sorga dna neraka tetap merupakan hal-hal yang menarik perhatian banyak orang. Hal ini dinyatakan dalam lukisan-lukisan karya Michaelangelp dan Grünewald. Tetapi peranan manusia dalam penciptaan, seperti dipaparkan dalam pasal-pasal pertama Kitab Kejadian, kini dipandang sama pentingnya dengan kisah dosa pertama. Selanjutnya dengan timbulnya kembali minat akan Kitab Suci yang sejalan dengan penemuan kembali Perhatian Gereja terhadap studi, timbul pula penghargaan baru atas kehendak Allah yang dinamis. Thomas Aquinas sudah mengemukakan hal ini dalam ajarannya mengenai Allah selaku Penyebab Pertama. Tekanan yang diberikannya pada rencana ilahi dalam penciptaan, menggerakkan manusia untuk melepaskan diri dari sikap takdir yang juga hidup di kalangan umat Kristen sebelumnya. Pengaruh semacam itulah yang memungkinkan timbulnya gerakan baru.
Banyak ahli sejarah mencatat perkembangan nasinalisme, bertambah kuatnya golongan menengah dan sistem kapitalisme yang membantu pertumbuhan ilmu pengetahuan, sebagai Akibat-akibat pengaruh Reformasi. Tentu saja Reformasi merupakan salah satu faktor penting yang mendorong gagasan-gagasan berpikir independen yang tidak selalu sejajar dengan pandangan dunia yang resmi sebagaimana dituntut oleh hirarki Katolik. Hal ini memupuk kepentingan-kepentingan nasional, dan dengan demikian mendorong usaha-usaha industri dan juga riset-riset ilmuiah yang didukung oleh gengsi nasional.
Banyak sarjana Inggris yang aktif pada akhir abad XVI dan permulaan avad XVII adalah pendeta-pendeta. Keleluasaan para pejabat Gereja untuk melibatkan diri dalam persoalan-persoalan umum dan filsafat abad XVII, menyebabkan mereka mampu mendalami filsafat alam yang baru dan rangk apemikiran rasional dari Descartes dan Newton. Dorongan ke arah ilmu pengetahuan dan teknologi yang diberikan oleh tokoh-tokoh Gereja ini memperispkan “dasar” kebudayaan yang memungkinkan timbulnya pengertian baru.
Di antara Gereja-gereja Calvinis, pandangan etis menekankan pekerjaan sebagai suatu hal yang baik bagi manusia. Pekerjaan duniawi lebih dipuji dari pada panggilan masuk biara, dan pentingnya kesejahteraan masyarakat sangat ditekankan. Orang Kristen didorong memuliakan Allah dengan bekerja secara jujur serta rajin, banyak menabung dan bermurah hati dalam mengabdi dengan kekayaan, waktu dan kepandaiannya. John Wesley (1702-1791) – seorang pendeta Gereja Anglikan yang mendirikan gerakan Gereja Methodis merumuskan sikap ini dengan motto: “Peroleh segala yang kamu dapat peroleh, tabung segala yang dapat kamu tabung, berikan segala yang dapat kamu berikan!” Hal ini merupakan benih-benih baik bagi semangat berusaha (entrepreneurship) dalam bidang ekonomi maupun bagi kesejahteraan masyarakat. Usaha ilmiah menunjukkan tanda-tanda keutamaan tersebut dan karenanya dianggap sesuatu yang terberkati. Usaha itu menyatakan hasil buah karya Allah dan meningkatkan hal-hal yang baik pada umat-Nya. Maka manusia dapat mengerti Allah dari alam, karena alam adalah Sebagian dari wahyu Allah kepada manusia.
Dalam kalangan kaum beriman pada masa Rasionalisme, akal budi manusia dipandang sebagai pemberian Allah yang terbesar kepada manusia yang membuat manusia mampu “ikut memikirkan buah pikiran Allah” serta mengambil bagian dalam keilahian-Nya. Pengaruh agama Kristen terhadap kebudayaan yang menjadi dasar tumbuhnya ilmu pengetahuan modern bengitu nyata.
Penyelidikan alam adalah suatu kewajiban Kristiani yang positif. Dalam surat wasiatnya, Robert Voyle mengharapkan agar semua anggota Royal Society mencapai “suatu sukses dalam usaha-usaha mereka yang luhur untuk menemukan kodrat karya Allah yang benar, dan saya mendoakan agar mereka dan orang-orang lain yang menyelidiki kebenaran-kebenaran fisika dengan hati ikhlas dakan menghubungkan hasil-hasil kepandaian mereka dengan kemuliaan Sang Pencipta alam dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Sekalipun benar bahwa kadang-kadang Gereja Menentang revolusi ilmiah – kadang-kadang bahkan dengan kekerasan – harus pula diakui, bahwa Kekristenan berjasa besar dalam membentuk sikap dan anggapan yang memungkinkan timbulnya revolusi ilmu pengetahuan itu. Hendaknya diingat, bahwa hampir semua orang yang terlibat dalam revolusi itu adalah orang-orang yang beriman!

4. Teknologi Atau Iman: Perseteruan

Ilmu pengetahuan dan Teknologi berkembang lepas dari Iman (baca: Firman Allah) melalui beberapa tahap:

Pertama, di bidang astronomi dan fisika. Pada abad XVII Galileo dan Kepler menemui persamaan-persamaan antara bumi dengan planet-planet, bulan dan matahari, misalnya peredaran planet yang berbentuk lingkaran tak sempurna dan pegunungan di permukaan bulan. Sebenarnya penemuan ini tidak bertentangan dengan Alkitab, tetapi menentang filsafat Yunani kuno yang mendasari theologia gereja pada masa itu. Hasil pengamatan ilmiah tidak memadai dengan kepercayaan umum. Perselisihan ini merupakan masalah intelektual.
Perselisihan tahap kedua terjadi pada abad XVIII yaitu dalam ilmu pengetahuan alam, teristimewa dalam geologi dan biologi. Hutton, Charles Lyell dan Charles Darwin mengajukan hipotesa bahwa alam senantiasa berubah secara berangsur-angsur. Tetapi motivasi mereka bukan lagi masalah intelektual melainkan moral. Mereka mencari-cari teori-teori yang bertentangan dengan Alkitab. Zaman Es menggantikan Air Bah, Evolusi menggantikan Penciptaan.
Perselisihan tahap ketiga terjadi pada akhir abad XIX dan awal abad XX, terutama pada psikologi, sosiologi, dan antropologi. Jurang perbedaan dengan keterangan Alkitab sudah sedemikian lebar sehingga para sarjana tidak merasakan perselisihan lagi. Alkitab sudah dianggap tidak bermakna.
Tahap keempat dimulai sejak Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia I, para sarjana mengusahakan pendidikan di seluruh dunia, dengan keyakinan bahwa pendidikan yang baik dapat menghilangkan peperangan dari seluruh permukaan bumi. Alasannya adalah:

* pecahnya perang menandai bahwa filsafat dasar mereka keliru;
* faktor kebohongan para sarjana bertambah jelas;
* bertambahnya penemuan-penemuan baru yang tidak sesuai dengan Darwinisme, sehingga banyak sarjana dari pelbagai bidang mulai membuang Teori Evolusi.

Jika sebelum perang hanya para teolog yang Menentang Evolusi, berdasarkan kebenaran Alkitab. Tetapi sejak Perang Dunia II justru para ilmuwan yang memasuki medan pertempuran sains, dengan meyakini kebenaran Sabda Allah.
Perselisihan babak kelima berlangsung pada masa kini. Selama 40 tahun terakhir banyak penemuan menuntut pemulihan dasar di segala bidang ilmu pengetahuan. Di bidang psikologi-klinis, misalnya, ada suatu gerakan kembali kepada prinsip-prinsip yang sesuai dengan Alkitab. Beberapa kesimpulan filsafat ilmu komputer dan penemuan biokimia tentang replikasi sel manusia, binatang, tumbuhan, menunjukkan kemustahilan Evolusi. Di bidang geologi, penyusutan kekuatan medan magnetis bumi membuktikan bahwa bumi ini sangat muda, tidak melebih 20.000 tahun.
Jika tidak mencermati dengan baik, di balik manfaatnya yang besar, ada cerminan kuasa dosa dan kejahatan dari perkembangan teknologi. Verkuyl telah mengamati beberapa di antaranya, yakni:

1. Pembalikan urutan alat dan tujuan. Teknologi termasuk alat bukan tujuan! Di bidang teknologi layak dipertanyakan: sebab apa dan untuk apa teknologi itu. Tetapi salah satu hal yang aneh di dalam perkembangan teknologi modern adalah, bahwa manusia hampir lupa kepada pertanyaan tersebut. Contoh yang jelas adalah perkembangan teknik nuklir. Penemuan tenaga atom adalah suatu penemuan yang hebat. Sam apentingnya dengan penemuan api oleh manusia purba. Tetapi jika di dalam penggunaan tenaga nuklir itu kita tidak bertanya, “Untuk apa tenaga itu akan kita pergunakan?” maka tenaga nuklir itu akan menjadi alat yang dipergunakan manusia untuk menghancurkan diri sendiri.
2. Menetralkan atau meniadakan kepribadian. Segala sesuatu yang serba otomatis akibat perkembangan teknologi secara tidak langsung membuat manusia meniadakan kepribadiannya. Teknologi memupuk manusia yang terdorong oleh nafsu untuk hidup tanpa sakit, tanpa kesusahan, tanpa pergumulan, tanpa tanggung jawab, tanpa keputusan-keputusan pribadi.
3. Teknologi menjadi alat kolektivisme dan totaliterisme. Tanpa pernah dipikirkan sebelumnya, perkembangan teknologi memberi kesempatan yang besar kepada sistem-sistem politik totaliter untuk berkembang dengan pesat. Dalam sejarah dunia, tokoh totaliter seperti Adolf Hitler memonopoli segala alat-alat teknik komunikasi seperti: radio, pers, filem, telepon, telegraph, dan sebagainya. Bahkan dinubuatkan bahwa Antikris akan menggunakan peralatan berteknologi tinggi selengkapnya untuk menindas manusia.
4. Menciptakaan keadaan tak bernorma. Ini telah terbukti dimana teknologi audio telah menciptakan dunia hiburan yang tak bermoral. Asal orang berani membayar tinggi, tidak peduli apakah berdampak baik atau tidak, maka peralatan canggih berteknologi tinggi itu pun digunakan.

5. Teknologi Dan Iman: Persekutuan

Albert Einstein menyatakan, “Faith without science is blind, and science without faith is cripple.” Itu berarti bahwa baik Teknologi maupun Iman keduanya amat penting dan berguna dalam hidup ini. Keduanya tidak saling bertentangan, melainkan saling melengkapi. Alkitab sendiri menyatakan bahwa kepada manusia Tuhan Allah memberikan mandat budaya dan mandat natural untuk menguasai alam ciptaan Tuhan dan menaklukkannya (Kejadian 1:27-28).

Alkitab menyatakan kepada kita beberapa tuntunan yang jelas tentang Teknologi:

1. Teknologi adalah Tugas. Ia adalah tugas yang diberikan Allah Pencipta langit dan bumi, jadi juga tugas yang diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus, Juruselamat dunia. Orang yang melakukan suatu penemuan, ia pun taat, dengan sadar atau pun tidak, kepada tugas yang dapat dibaca dari Kejadian 1 berbunyi, “Taklukkanlah bumi!” Dan para pengguna penemuan-penemuan teknologi itu juga taat, dengan sadar atau pun tidak, kepada tugas itu.
2. Teknologi dan Moral. Setiap orang percaya dapat menggali dan mempergunakan teknologi dengan taat dan bertanggung jawab kepada norma-norma Allah. Penyalah-gunaan teknologi dapat ditahan oleh penggunaan teknologi secara positif sesuai dengan norma-norma Tuhan dan dengan perjuangan memberantas penyalahgunaan teknologi.
3. Teknologi dan Mukjizat. Alkitab menyatakan bahwa Alkitab masih bisa berlangsung karena kuasa-Nya tidak berubah (Ibrani 13:8). Di mana suatu ketika teknologi tidak mampu memberikan penyelesaian, maka setiap orang percaya tetap berharap kepada Allah yang hidup untuk menyatakan mukjizat-Nya.

Untuk lebih memantapkan relasi antara Teknologi dan Iman, penulis mencatat bahwa di abad XX yang lalu beberapa ilmuwan terkenal, peraih hadiah Nobel adalah orang-orang Kristen yang luar biasa, mereka antara lain:

* Dorothy Hodgkin, kristallografer Inggris, peraih Nobel
* Charles Coulson, pakar fisika matematika terkenal
* Sir Robert Boyd, perintis bidang fisika sinar X atmosfir atas
* Werner von Braun, bapak program ruang akasa Amerika
* Francis Collins, penemu gen sistik fibrosis
* Allan Sandage, astronom terkenal di Observatorium Mt. Palomar

6. Solusi

Agar ketegangan tidak terus terjadi antara Teknologi dan Iman, penulis mengusulkan beberapa langkah praktis sebagai berikut:

1. Teknologi dan Iman diperkenalkan kepada anak-anak sedini mungin, baik dalam keluarga, sekolah, lingkup pelayanan gereja atau di masyarakat luas, agar mereka melihat keduanya sebagai dua hal yang saling melengkapi.
2. Mencetak bahan-bahan literatur tentang tokoh-tokoh Kristen yang menjadi penemu-penemu dalam iptek seperti Sir Isaac Newton, Blaise Pascal, dsb.
3. Berbagai bentuk pembinaan iman kepada jemaat, termasuk khotbah (baik di Sekolah Minggu, Pemuda Remaja maupun Umum) diisi materi yang seimbang antara iman dan iptek.
4. Mendorong dan mendukung jemaat yang memiliki kemampuan intelektual yang baik untuk bisa terus belajar, baik berupa beasiswa maupun kemudahan lainnya.
5. Mendatangkan pakar iptek untuk memberikan seminar tentang iptek dalam bahasa yang mudah dicerna oleh jemaat awam.
6. Memberikan tuntunan moral Alkitabiah yang terus menerus agar ketika Teknologi dikuasai dengan baik, tidak digunakan untuk kebanggaan diri dan bersifat destruktif, melainkan untuk memuliakan Tuhan dan bersifat konstruktif.


7. Kesimpulan

Ketegangan antara Iman dan Teknologi itu kadang-kadang memang memberatkan orang-orang beriman, akan tetapi ketegangan ini sekaligus merupakan stimulans atau dorongan untuk memikirkan lebih mendalam lagi arti wahyu ilahi, yang bukan sekedar merupakan huruf-huruf mati, melainkan Sabda Allah yang hidup dan menghidupkan segala zaman.
Dalam pembangunan modern, agama (baca: Kekristenan) diharapkan memainkan peranan positif. Sumbangan itu hanya mungkin bila setiap orang percaya dapat meninggalkan pandangan dunia (worldview), kebiasaan dan struktur sosiologis zaman dahulu yang tidak memadai lagi. Hal ini tidak berarti meninggalkan iman, melainkan menghayati iman yang tetap sama dalam bentuk, perwujudan, cara-cara yang sesuai bagi manusia abad XXI. Jika Kekristenan berhasil menjalankan perannya itu, ia dapat memberi sumbangan yang sangat berharga: membina manusi ayang bertanggung jawab secara etis dan karena itu mampu menggunakan hasil iptek sehingga semua manusia dapat hidup dengan lebih baik.

8. Daftar Pustaka

—, Agama dan Ilmu-ilmu Pengetahuan, (saduran dari Wilkes, Keith. Religion and the Science),
Yayasan Cipta Loka Caraka dan Yayasan Perguruan Tinggi Katolik, 1977.
—, Alkitab, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1999.
Carson, D.A. dan John D. Woodbridge (ed.), God And Culture, Jakarta: Momentum, 2002.
Heath, W. Stanley, Faith And Science, Diktat Kuliah, Bandung: Institut Alkitab Tiranus, 1990.
Schaeffer, Francis A. A Christian World View, Vol. 5: A Christian View of the West, Wheaton,
Illinois: Crossway Books, 1993.
Verkuyl, J. Etika Kristen: Kebudayaan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.

pdt. drs. petrus f. setiadarma, mdiv.
pfs60@hotmail.com

No comments:

Post a Comment