“Air itu terus bertambah tinggi, sehingga tergenanglah gunung-gunung yang paling tinggi … membinasakan segala makhluk yang hidup di bumi ini.” (Genesis 7:19, 21).
Salah satu catatan yang paling dipertanyakan dari alkitab adalah air bah pada masa Nabi Nuh. Seabad lalu kritik liberal menganggapnya sebagai mitologi alkitab yang paling fantastis. Akan tetapi lebih dari satu abad penggalian arkeologi telah berhasil mengungkapkan catatan dari terjadinya air bah pada masa awal peradaban.
Salah satu penemuan yang paling mengesankan adalah Gilgamesh Epic, tertulis pada tablet tanah liat yang telah diterjemahkan oleh George Smith pada tahun 1872 untuk British Museum. Tablet tersebut menceritakan catatan tentang air bah dari perspektif Babilonia Kuno. Catatan yang sama ditemukan dalam tablet Sumerian, yang merupakan tulisan dari jaman sebelumnya.
Catatan mana yang paling otentik dari terjadinya air bah tersebut? Mudah untuk menjawabnya. Professor Gleason Archer mencatat bahwa perbedaan dalam narasi Gilgamesh dan Genesis sangat besar untuk memungkinkan anggapan bahwa salah satu darinya meminjam cerita yang lain. Perbedaan yang sebenarnya antara sifat panteisme dewa Babilonia dan kekudusan Jehova merupakan perbedaan signifikan yang paling mencengangkan,” dia menuliskan, “Seperti halnya ketidakmungkinan bahtera yang berbentuk kubus dan banjirnya seluruh dunia karena terjadinya hujan dalam waktu hanya empat belas hari [dalam Epik Gilgamesh] berdiri sebagai oposisi dari perspektif kelaikan laut dan penurunan air bertahap dalam catatan alkitab (A Survey of Old Testament Introduction, 1974, p. 211). Jelas sekali Epik Gilgamesh menunjukkan bukti adanya kecurangan.
Tablet kuno ini merupakan satu-satunya alat eksternal yang menguatkan narasi banjir dalam alkitab. Seorang sejarawan, Arron Smith menyatakan bahwa dia telah dengan sabar memperhitungkan dan mencatat cerita tentang banjir yang dapat dia temukan. Dia telah memperoleh lebih dari 80.000 catatan dalam 72 bahasa tentang air bah. (Werner Keller, The Bible as History, 1980, p. 38).
Pastinya jika air bah pada masa Nuh hanyalah kejadian lokal yang mempengaruhi penduduk yang terbatas pada wilayah geografis tertentu, dampaknya tidak akan tertanam dan tak terhapuskan dalam benak begitu banyak orang dalam jangkauan yang sangat luas.
Salah seorang sejarawan mencatat: “Bangsa Sumeria, Babilonia, dan Assyria dari Mesopotamia mungkin menghargai tradisi yang sama seperti yang dimiliki bangsa Ibrani tersebut, karena mereka diperkirakan hidup begitu berdekatan pada masa peradaban yang sangat kuno; tetapi apa yang akan kita katakan tentang legenda Manu yang diyakini umat Hindu, atau Fah-he bagi orang cina, atau Nu-u bagi orang Hawaii, atau Tezpi bagi orang Indian Mexico, atau Manabozho bagi orang Algonquins? Mereka menyetujui bahwa manusia dihancurkan oleh air bah (biasanya direpresentasikan dengan seluruh dunia) sebagai akibat kemarahan Tuhan terhadap dosa manusia, dan bahwa satu keluarga manusia beberapa teman mereka berhasil selamat dari bencana tersebut dengan menggunakan perahu atau rakit atau singkatnya kano yang besar.” (Archer, p. 209).
Kebenaran Menara Babel
Mereka berkata seorang kepada yang lain, ''Ayo kita membuat batu bata dan membakarnya sampai keras.'' Demikianlah mereka mempunyai batu bata untuk batu rumah dan ter untuk bahan perekatnya. Dan mereka berkata, “Mari kita mendirikan kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, ...'' (Kejadian 11:3-4).
Banyak diantara kita mendengar tentang menara Babel, tetapi sedikit yang mengetahui tentang bukti solid dibalik catatan alkitab ini. Penggalian di dekat Iraq pada awal abad ini mengungkapkan bahwa sebuah menara yang sangat besar telah ada di Babilonia pada suatu waktu. Werner Keller menuliskan: “Pada 1899 German Oriental Society (Masyarakat Asia Jerman) menjadi bagian dari ekspedisi besar dibawah arahan seorang arsitek bernama Professor Robert Koldewey, untuk mempelajari tumpukan reruntuhan “Babil” pada sungai Efrat. Penggalian memakan waktu yang lebih lama dari penggalian manapun. Dalam 18 tahun ibukota dunia kuno yang paling terkenal, tahta kerajaan Raja Nebukadnezar, memperoleh titik terang, dan pada saat yang sama salah satu keajaiban dunia yaitu “Taman Gantung” dan 'E-temen-an-ki,' Menara Babel yang legendaris.
“Teknik penataan bata digambarkan dalam alkitab pada pembangunan Menara Babel berhubungan dengan penemuan arkeologis. Sebagaimana dikonfirmasikan oleh penyelidikan, sebenarnya hanya bata dengan ter yang digunakan dalam konstruksi, khususnya pada bagian pondasi. Hal itu jelas sangat penting demi keamanan struktur menurut aturan pembangunan … Pondasi dan dinding dengan demikian dibuat tahan air dan tahan kelembaban dengan menggunakan cairan pekat, seperti aspal (ter) … Tujuh tingkat, ‘tujuh persegi’, tiap tingkat berdiri diatas tingkat sebelumnya. Tablet kecil milik seorang arsitek yang ditemukan dalam kuil secara ekspresif menunjukkan bahwa panjang, lebar, dan tinggi adalah sama … Panjang sisi pada lantai dasar diperhitungkan kurang lebih sekitar 290 kaki. Arkeologis mengukurnya sepanjang 295 kaki. Menurut hal tersebut, dengan demikian menara memiliki tinggi hampir 300 kaki" (The Bible As History, 1980 edition, pp. 302, 317-318).
Penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa menara yang asli telah dihancurkan dan pada situs yang sama menara berikutnya dibangun pada masa Nebukadnezar.
D.J. Wiseman, profesor Assyriologi (sejarah Assyria) menjelaskan: “Menara tersebut mengalami rusak berat dalam peperangan pada tahun 652-648 SM tetapi kembali direstorasi oleh Nebukadnezar II (605-562 SM). Adalah bangunan ini, bagian yang ditemukan kembali oleh Koldewey pada 1899, yang digambarkan oleh Herodotus pada kunjungannya pada 460 SM. … Tingkat dasar [dari menara yang disebut terakhir] berukuran 90 x 90 meter dan setinggi 33 meter … ziggurat [sebuah menara suci] di Babilonia dimusnahkan oleh Xerxes pada 472 SM, dan meskipun Alexander membersihkan reruntuhan guna merestorasinya namun upaya ini terhenti karena kematiannya. Batu bata yang terkumpul kemudian dipindahkan oleh penduduk lokal, dan sekarang Etemenanki (Menara Babel) terkubur sangat dalam sedalam bangunan aslinya yang tinggi” (New Bible Dictionary, 1982, p. 111).
Menara suci adalah hal yang umum pada masa kebudayaan Mesopotamia. Sejauh ini telah ditemukan 35 reruntuhan struktur menara semacam itu. Yang pertama adalah satu yang berada di Babel.
Dari survey singkat ini, kita dapat memperoleh penerangan bahwa arkeologi telah dikerahkan sepenuhnya untuk menanggapi pertanyaan tentang kejujuran dari catatan sejarah. Meskipun mereka yang ragu akan senantiasa menanyakan tentang kebenaran “Firman Allah”, sekarang ini semakin sedikit jumlah mereka yang meragukan pernyataan sejarah dalam alkitab. Banyak penemuan arkeologi lain yang menarik telah membantu memberikan konfirmasi dan menerangi tentang kebenaran dalam Kitab Kejadian.
Monday, May 24, 2010
Kejadian Air Bah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment