Sunday, February 28, 2010

Khotbah Minggu Sengsara ke-II

Lukas 17:1-6

Ada satu kata yang sebenarnya sangat akrab dalam kehidupan kita tatkala kita hendak memutuskan, mengambil dan melakukan sesuatu. Kata itu ialah “kesempatan”. Dalam bahasa Inggris kata ini berbunyi “opportunity” yang sebenarnya diangkat dari istilah “ob porter” yaitu sebuah istilah dalam dunia pelayaran, yang mengharuskan sebuah kapal untuk menunggu dan memanfaatkan arus pasang agar dapat memasuki sebuah pelabuhan, dan bila terlewatkan maka ia harus menunggu arus pasang yang berikutnya.
Kehidupan kita seharusnya dapat memanfaatkan setiap arus pasang yang ada. Penundaan terkadang akan menggagalkan berbagai rencana kita, bahkan tujuan kehidupan kita sendiri, akan tetapi penundaan ini bukan berarti sebuah kegagalan, karena seringkali kesempatan akan datang untuk kedua kalinya dalam kehidupan ini dan akan menjadi milik kita bila:


1. Kita cukup sabar menantinya. Hal ini berarti ketika kita menunggu kesempatan yang berikutnya, maka sebuah pembaharuan harus dilakukan dalam kehidupan dan bukan dengan menopang dagu serta jatuh pada keputusasaan.
2. Jika kita mau mencarinya. Seringkali kita membuat sebuah kesalahan penting dengan menanamkan dalam jiwa kita, bahwa apa yang akan kita raih telah dirraih oleh orang lain, padahal kita dituntut untuk selalu mencari setiap kemungkinan yang ada disekeliling kita.
3. Kita harus mengetuk pintunya. Jangan merasa rendah diri jika apa yang kita miliki serba terbatas. Tunjukkanlah kita memiliki kesungguhan dalam kehidupan ini, karena dengan demikian kita akan mulai dengan mengetuk dalam keseriusan. Sebab dunia ini penuh dengan berbagai kesempatan yang bersembunyi di belakang pintu. Jadi mari kita mengetuk pintunya.
Lukas 17:1-6, adalah sebuah bagian dalam pengajaran Yesus yang sungguh menuntut sebuah keseriusan dalam menyikapi hidup yang dipenuhi dengan berbagai kesempatan dalam setiap kemungkinan.
Yesus menyadari bahwa kehidupan yang dijalani oleh murid-muridnya adalah sebuah kehidupan yang sungguh termata berat di tengah-tengah dunia yang terkadang tidak bersahabat dengan mereka. Menyadari hal ini maka Yesus pun melihat bahwa yang pasti penyesatan atau orang-orang yang secara sengaja membelokkan ajaran yang benar akan muncul, atau bahkan telah berada di antara mereka. Untuk orang-orang yang demikian, adalah lebih baik dia hilang lenyap dari sebuah persekutuan daripada dia akan menyesatkan banyak orang.
Bagian ini, khususnya ayat yang ke-2 adalah sesuatu yang sungguh mengerikan yang diusulkan oleh Yesus dalam memberlakukan sebuah hukuman bagi orang-orang penyesat, karena mengikatkan batu kilangan atau batu yang dipakai untuk menggiling gandum, ialah batu bulat dan datar dengan memiliki diameter 45 cm adalah juga batu yang sangat berat, sehingga tatkala diikatkan di leher dan dilemparkan ke dalam laut maka ini akan menyebabkan kematian secara perlahan bagi orang yang mengalaminya. Tetapi lebih jauh daripada itu, Yesus menyerukan agar para murid mewaspadai diri mereka sendiri, sebab jangan-jangan hal ini telah terdapat di antara mereka.
Dalam ayat ke-3, Yesus memulaikannya dengan kalimat “Jagalah dirimu!”. Hal ini benar-benar menuntut kewaspadaan terhadap diri sendiri, agar diri sendiri dimampukan untuk melakukan hal yang lebih berat lagi yaitu sebuah pengampunan. Pengampunan ini ditujukan bagi siapa saja yang melakukan dosa dalam pengertian kesalahan terhadap diri kita. Tetapi pengampunan ini harus didahului dengan sebuah teguran, agar orang yang melakukan kesalahan dan dosa dapat menyadari dengan baik apa yang sementara ia lakukan, kemudian hal ini berlanjut pada penyesalan. Penyesalan adalah sesuatu yang sulit diukur oleh orang lain sehingga hal ini membutuhkan sebuah pembuktian dan penilaian dalam kesabaran.
Yang dimaksudkan dengan kesabaran ini ialah sejauh mana kita mampu memberikan pengampunan kepada orang lain, seberapa besarpun kesalahan yang sudah ia lakukan, karena tuntutan Yesus dalam ayat ke 4 ialah kita harus memberikan pengampunan sampai segala sesuatu boleh disempurnakan oleh Allah sendiri. Jadi yang memberikan pengampunan harus mampu menyatakan pengampunan dengan setulus hati dalam kali yang tidak boleh diukur dengan angka, dan yang memohon pengampunan pun harus dapat menunjukkan keseriusan dalam permohonan, karena bila ia mempermainkan pengampunan maka ia sama seperti menjadi btu sandungan bagi orang lain, dan hukuman bagi dirinya adalah sesuatu yang amat jelas, seperti yang dikemukakan pada bagian awal pembacaan kita ini.
Dan bila hal ini berhasil ditunjukkan maka pengampunan akan menjadi hal yang terindah untuk dihargai dan dinikmati dalam kehidupan keberimanan murid-murid Yesus.
Sekali lagi hal-hal yang dikemukakan oleh Yesus ini adalah sesuatu yang sungguh teramat berat bagi para murid yang mendengarkannya, bahkan bagi gereja di saat ini. Menyadari kelemahan dan kekurangan mereka, maka para murid berkata “tambahkanlah iman kami”. Ini adalah merupakan sebuah doa yang seharusnya dibarengi dengan kerendahan hati dengan menyadari keterbatasan kita dalam pelayanan yang adalah milik Tuhan, bukan sebaliknya merasa besar dan mampu melakukan segala sesuatu dan akhirnya terjebak dalam dosa kesombongan.
Yesus kemudian melanjutkan pengajarannya dalam menjawab permintaan para murid untuk menambahkan kekuatan iman mereka. Yesus menggunakan bahasa perumpamaan tentang iman yang harus dimiliki oleh orang percaya, yang hendaknya sama dengan biji sesawi, tetapi maksud Yesus bukan masalah besar dan kecil, banyak dan kurang tetapi kualitas sebuah iman yang dimiliki oleh para murid, nantinya akan membuat ia mampu melakukan sesuatu untuk kemuliaan kerajaan, yang hendaknya sama dengan biji sesawi, tetapi maksud Yesus bukan masalah besar dan kecil, banyak dan kurang tetapi kualitas sebuah iman yang dimiliki oleh para murid, nantinya akan membuat ia mampu melakukan sesuatu untuk kemuliaan Kerajaan Allah.
Inilah nasehat-nasehat yang sungguh teramat berat dan benar-benar membutuhkan perhatian yang serius dari gereja Tuhan yang ada di saat ini. Hal ini dikarenakan telah begitu lama kita semua sebagai orang Kristen hanya melakukan segala sesuatu secara formal belaka tanpa menyadari bahwa apa yang kita lakukan harus diawali dan dilandasi dengan hati yang tulus.
Sebagai gereja kita dituntut untuk menjadi teladan yang mendatangkan kebaikan bagi orang lain siapapun itu, karena bila tidak demikian maka kita hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain dan bisa jadi kita akan membawa kesesatan bagi kehidupan orang lain.
Bila kita diharuskan menjadi teladan itu berarti kita harus mampu melakukan apa yang diminta oleh Yesus kepada kita sebgai murid, yaitu memberikan pengampunan yang sungguh tatkala ada orang yang melakukan kesalahan, bahkan lebih jauh dari pada itu kita harus berani untuk menyatakan kesalahan mereka yang melakukan dosa atau kesalahan dengan teguran.
Bila kita menyadari bahwa kita kurang berani untuk melakukannya atau kita tidak mampu untuk menuruti kehendak Yesus, maka berdoalah untuk meminta pertolongannya “Tuhan tambahkanlah iman kami, Tuhan tambahkanlah keberanian kami”

Aplikasi …………………………………………………………………………………………………………………………………


Amin.


No comments:

Post a Comment